Ketika waktu memutuskan untuk tidak peduli dan pergi menjauhiku, saat itu aku tahu kalau semua yang sudah terjadi akan menjadi berkarat dengan sendirinya. Ya, setiap momen-momen manis itu tidak akan manis lagi. Atau lidahku yang tidak dapat merasa dengan benar? Semua itu bisa saja terjadi. Semua nya telah kuserahkan kepada takdir, yang kutahu tidak akan berkarat. Karena takdir itu abadi. Walau selalu menjadi sebuah permainan tebak-tebakkan yang tidak akan pernah selesai.
Lembar demi lembar telah kuisi dengan tulisan, gambar, bahkan coretan-coretan tak bermakna. Sampai-sampai kertas nya menjadi lusuh. Tak terasa, aku telah sampai di kertas terakhir. Dan mau tak mau aku harus berhenti menulis. Terpaksa. Sebuah kata yang mengharuskan ku untuk berhenti walau perasaanku mengatakan aku harus terus menulis. Namun tak ada lagi kertas kosong yang tersedia untuk kuisi. Padahal masih banyak hal yang ingin kutuangkan dalam setiap lembar buku itu. Terpaksa. Sebuah kata yang menuntutku untuk menutup rapat-rapat buku itu, walau berat rasa nya mengayunkan tanganku untuk menutup buku itu.
Lalu bagaimana nasib ku?
Semua nya telah membeku, semenjak tidak ada lagi api yang berkobar menemani jejak langkahku. Api yang sehari-harinya selalu menghangatkanku. Namun kali ini waktuku habis. Ya, waktu untuk bersamanya. Tak ada kata "Goodbye" atau "See You Later" yang terucap dari mulutmu. Sehingga aku harus menyadarkan diriku untuk mundur pelan-pelan. Terpaksa. Sebuah kata yang memaksaku untuk menyimpulkan sendiri bahwa kamu sudah tidak lagi berada di sisiku. Dan membiarkan semua yang masih ada membeku secara perlahan.
23.06.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar